Jumat, 04 Mei 2012

Budaya Bertetangga



KATA PENGANTAR
                        Syukur alhamdulillah saya panjatkan kehadiarat Allah S.W.T  yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga akhirnya saya dapat menyelesaikan penyusunan tugas ini yang berjudul “Budaya Bertetangga” sesuai dengan tepat  waktu yang telah diberikan. Terlebih dahulu saya mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Ilmu Budaya Dasar dan teman-teman yang telah memberi bimbingan dalam pembuatan tugas ini. Saya mengakui bahwa tugas ini masih jauh dari sempurna, dengan dasar itu saya mohon kritik dan saran yang sifatnya membangun.
Semoga tugas ini berguna dan dapat bermanfaat. Atas kurang dan lebihnya tugas yang saya buat ini, saya ingin mengucapkan mohon maaf dan terimakasih.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Seperti yang masyarakat Tiongkok kuno percaya bersikap baik pada orang lain adalah prinsip dasar dalam kehidupan bermasyarakat, dan mereka yang melakukan perbuatan baik akan benar-benar memiliki nasib baik.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini, yaitu menambah pengetahuan tentang budaya di Indonesia dan "Membantu mereka yang menderita kesulitan dan bersimpati pada para tetangga, orang-orang ini akan memiliki nasib baik.
1.3. Metodologi
Metodologi yang saya gunakan adalah dengan cara mencari, bertanya dan membaca informasi yang berkaitan dengan judul makalah ini.
1.4. Kasus
Dalam hidup bermasyarakat, dibutuhkan suatu interaksi dengan orang – orang disekitar kita. Dalam hubungan bermasyarakat menekankan pada kebaikan dan etika moral, termasuk hubungan dengan tetangga. Seperti pepatah kuno mengatakan: "Salah satu harta terbesar suatu negara adalah memiliki masyarakat yang damai termasuk hubungan antar tetangga."  Pepatah lain mengatakan  " Membantu mereka yang menderita kesulitan dan bersimpati pada para tetangga, orang-orang ini akan memiliki nasib baik."
BAB II
PEMBAHASAN
Dunia yang semakin modern semakin meninggalkan kebiasaan hidup bertetangga. Kehidupan bertetangga sebenarnya masih bisa ditemui di banyak pedesaan. Tetapi dengan semakin tingginya pagar rumah, maka semakin jauh juga tetangga kita. Yang semakin banyak ditemukan pada daerah perkotaan dimana semakin banyak pagar tertutup. Dalam Islam, seorang Muslim diajarkan oleh Syariat Islam yang sempurna untuk meyakini dan mengamalkan bahwa tetangga mempunyai hak-hak atas dirinya, dan etika-etika yang harus dijalankan seseorang terhadap tetangga mereka dengan sempurna, berdasarkan dalil-dalil berikut, Firman Allah Ta’ala: “Dan berbuat baiklah kepada ibu-bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga yang jauh”  (An Nisa’:36).
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
 “Jibril tidak henti-hentinya berwasiat kepadaku agar berbuat baik kepada tetangga, hingga aku beranggapan bahwa ia akan mewarisi” ( Mutafaq Alaih). Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah memuliakan tetangganya.”(Mutafaq Alaih).
Hidup bertetangga itu merupakan salah satu budaya yang harus dikembangkan, bukan hanya untuk kelangsungan hidup berbudaya. Namun juga untuk mengenalkan diri kita kepada tetangga-tetangga sekitar. Berbuatlah baik dengan menolongnya jika ia meminta pertolongan, membantunya jika ia meminta bantuan, menjenguknya jika ia sakit, mengucapkan selamat kepadanya jika ia bahagia, menghiburnya jika ia mendapat musibah, membantunya jika ia membutuhkan, memulai ucapan salam untuknya, semua itu salah satu cara untuk memulai hidup berbudaya kepada tetangga yang sudah mulai di tinggalkan secara perlahan.
“Perlu kebijaksanaan yang dapat menciptakan lingkungan kondusif untuk membuat pilihan yang menyehatkan dan mengurangi stres,” ujarnya. (Gatra, 30 Juli 2008)
Kita tidak akan pernah rugi dengan situasi apapun jika kita selalu bersikap benar. Tapi kita akan rugi kalau kita menjadi zalim kepada orang lain. Kalau kita berbuat kebaikan, maka kebaikan itu akan kembali kepada kita. Tetapi, kalau kita berbuat keburukan, maka keburukan itu pula yang akan kembali kepada kita. Mudah-mudahan dengan latihan hidup rukun dalam bertetangga, lingkungan akan bisa kita nikmati di dunia ini dan bisa menjadi amal untuk kelak di akhirat nanti. Alangkah beruntungnya jika kita hidup dan bertetangga dengan orang-orang yang mulia. Walaupun rumah sempit, kalau tetangganya baik, akan terasa lapang. Dan, alangkah ruginya, jika rumah kita dikelilingi oleh tetangga-tetangga yang busuk hati. Walaupun rumah lapang, namun jika mempunyai tetangga-tetangga yang tidak ramah kepada kita maka dalam rumah yang nyaman pun akan terasa sempit.
Bertetangga yang baik harus diajarkan sejak dini, berteman degan baik adalah awal untuk menanamkan rasa peduli mpada sesama, terutama dilingkungan sekitar. Pada usia remaja terkadang hanya memperdulikan teman sekolah, sehingga pergaulan disekitar tempat tinggalnya hampir ditinggalkan. Padahal yang seperti itu sebaiknya tidak dilakukan, karena anak tidak selamanya tinggal dengan kedua orang tua mereka. Sehingga sang anak harus belajar berbudaya dalam bertetangga.
Orangtua mendidik anak mereka sejak kecil agar menjadi anak yang baik, mandiri, dan menjadi kebanggaan orangtuanya kelak. Namun tidak hanya dukungan dari orangtua saja yang berpengaruh atas prestasi anak yang didapatkan, namun dukungan dari teman-teman dan orang-orang sekitar sangat berpengaruh. Kita pun harus senang untuk melupakan dengan apa yang pernah kita beri untuk sekitar kita, jangan merasa berjasa atau merasa merasa lebih. Karena, kalau banyak berharap dari tetangga kita, akan banyak terluka hati kita. Karena ingin dihargai, ingin dihormati, ingin dipuji, maka akan makin tertekan diri sendiri. Atau dapat disimpulkan merdekakanlah diri ini dengan banyak berbuat hal yang bisa kita berikan tanpa rasa berat hati, bukan banyak berharap apa yang akan kita dapatkan jika kita telah berbuat kebaikan dengan memberi atau berjasa kepada tetangga-tetangga kita.
Tidak akan rugi bila berbuat baik kepada tetangga. Makin tetangga merasa nikmat dengan perbuatan yang telah diberikan, dengan sendirinya mereka akan ikut membela kita. Sehebat apapun kita, tetap butuh tetangga karena manusia sebagai makhluk social yang artinya manusia membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidup jasmani dan rohaninya, manusia tidak bisa berdiri sendiri. Sebagai contoh , apabila kita mempunyai saudara dokter, tetapi ketika anak sakit yang pertama  dimintai tolong pastilah tetangga, karena mempunyai jarak yang lebih dekat. Apabila mempunyai saudara anggota pemadam kebakaran, jika kompor di rumah sedang ada masalah, yang tiba-tiba bisa meledak dan menyebabkan kebakaran,hal itu sangat tidak terduga dan tidak terfikirkan sebelumnya,  yang lebih dulu membantu memadamkan api tersebut pasti tetangga. Apabila mempunyai saudara jendral atau polisi, dalam keadaan kurang beruntung pun bisa terjadi, misalnya datang maling ke rumah, lantas kita teriak, yang lebih dulu mengejar juga pasti tetangga yang telah mengetahui lebih dulu apa yang terjadi dilingkungan sekitarnya.
Tetangga juga bisa menggantikan tugas seorang satpam pada perumahan atau semacamnya. Misalnya dalam suatu lingkungan terdapat sistem ronda keliling yang dilakukan oleh banyak orang, kegiatan tersebut berguna untuk mengamankan lingkungan sekitar dari incaran manusia yang tidak bertanggung jawab. Mereka melakukan hal tersebut biasanya pada malam hari dengan ikhlas dan bergantian. Hal tersebut dikarenakan terjalinnya komunikasi yang baik antar tetangga. Komunikasi yang baik juga perlu dipelajari, agar tidak menyinggung hati seseorang ketika kita sedang berbicara. Pendekatan diri yang baik salah satunya dengan cara berkomunikasi dengan baik pula. Maka sebenarnya saudara terdekat dalam rumah tangga kita adalah tetangga. Karena merekalah yang tahu paling banyak atas rumah tangga kita, dan merekalah yang banyak berinteraksi dengan keluarga kita.
Tetangga adalah orang terdekat dengan kehidupan sehari-hari kita. Menurut Imam Syafi'i, mereka adalah empat puluh rumah di samping kiri, kanan, depan, dan belakang. Yang mau tidak mau, setiap hari kita berjumpa dengan mereka. Baik hanya sekadar melempar senyum, lambaian tangan, salam, atau malah ngobrol di antara pagar rumah. Tetangga adalah orang terdekat dengan kita. Seperti yang Orang tua bilang, mereka adalah 'andalan' untuk segala suasana. Anjuran untuk menghormati tetangga, maknanya amat luas. Menghormati berarti juga tidak menyakiti hatinya, selalu berwajah manis pada tetangga, tidak menceritakan aib tetangga kita, tidak menghina dan melecehkannya, dan tentu juga tidak menelantarkannya jika dia benar-benar butuh pertolongan kita. Dengan kata lain harus ada hubungan timbal balik antara perlakuan mereka dan apa yang bisa kita balas dengan perlakuan kita terhadap lingkungan sekitar rumah kita.
Banyaknya ibu rumah tangga yang bekerja, membuat budaya dalam bertetangga kurang untuk diterapkan dalam kehidupannya, karena tidak sempat atau terlalu lelah ketika sampai dirumah. Sehingga tempat tinggal hanya untuk dijadikan temtat beristirahat saja. Namun tidak semua berperilaku seperti itu, banyak juga yang tetap mengandalkan dan dapat membantu tetangganya meskipun dia tampak lelah setelah melakukan aktivitas diluar rumah. Sehingga tetatngga sekitar juga senang atas perlakuan tersebut. Bertetangga merupakan bagian dalam kehidupan manusia yang hampir tidak bisa kita tolak. Manusia, bukan semata-mata makhluk individu, tapi juga merupakan makhluk sosial. Seseorang tidak bisa hidup secara sendirian atau menyendiri. Mereka satu sama lain harus selalu bermitra dalam mencapai kebaikan bersama. Hal ini merupakan hukum sosial. Islam bahkan memerintahkan segenap manusia untuk senantiasa berjama'ah dan berlomba dalam berbuat kebaikan. Sebaliknya Islam melarang manusia bersekutu dalam melakukan dosa dan permusuhan.
Dalam islam hidup rukun dalam bertetangga dan menjalin hubungan baik dengan tetangga sekitar sangat dianjurkan, dan berstatus wajib untuk dlaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Karena sudah ada didalam perintah Al-Quran, yang menjadi pedoman kehidupan untuk umat Islam. Isyarat hidup berjama'ah atau bertetangga termasuk  kebaikan dan harus senantiasa memeliharanya, misalnya termasuk dalam surat Al-Maidah ayat 2, yang artinya sebagai berikut;

"Bertolong-tolonganlah kamu dalam berbuat kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kepada Allah, karena sesungguhnya Allah sangat berat siksa-Nya."

Dalam menumbuhkan dan mensosialisasikan budaya kebaikan dan taqwa itu, tetangga merupakan objek yang patut didahulukan (setelah anggota keluarga) Ini hirarki penyebaran kebaikan sebagaimana yang telah diarahkan Al Qur'an.


"Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah barat dan timur itu suatu kebaikan. Akan tetapi sesungguhnya kebaikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta."
Bahwa urutan kebaikan menurut ayat di atas adalah, setelah beriman (dalam pengertian menyeluruh), maka urutan berikutnya adalah membangun perilaku sosial yang sehat. Jadi dengan kata lain Islam menginginkan budaya kesalehan itu tidak terbatas pada sekup personal (pribadi) saja, tapi juga agar dapat terciptanya kesalehan secara sosial. Maka, dalam konteks ini hidup rukun dan harmonis dengan tetangga menjadi sangat penting dan wajib.
Sebagai makhluk social tentu saja orang disekeliling kita tidak hanya yang seiman saja, pasti ada yang berbeda agama dan keyakinan. Namun itu semua tidak dijadikan alasan dalam berbuat kebaikan untuk bertetangga. Karena menjalin hubungan baik dengan semua orang, termasuk dengan yang berbeda keyakinan dengan kita adalah wajib hukumnya. Yang dapat menolong dan mengerti kita tidak hanya yang seiman dengan kita. Berkomunikasi dan saling menghargai sangat dianjurkan dalam hal ini. Saling menghargai dalam bertetangga terutama untuk tetangga kita yang beda keyakinan.  Kita tidak akan pernah rugi dengan situasi apapun jika kita selalu bersikap benar di jalan yang Allah sukai. Tapi kita akan rugi kalau kita menjadi zalim kepada orang lain. Kalau kita berbuat kebaikan, maka kebaikan itu akan kembali kepada kita. Begitupun sebaliknya bila kita Zalim, maka akan nanti juga akan mendapat balasannya.


BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Orang-orang yang tinggal di lingkungan yang banyak tetangga bisa hidup lebih tenang. Sebab jauh dari risiko kejahatan serta terdapat banyak fasilitas sosial dan umum. Warganya pun lebih  punya solidaritas tinggi atas apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Karena alangkah beruntungnya jika kita hidup dan bertetangga dengan orang-orang yang mulia. Walaupun rumah sempit, kalau tetangganya baik, akan terasa lapang. Dan, alangkah ruginya, jika rumah kita dikelilingi oleh tetangga-tetangga yang busuk hati. Walaupun rumah lapang, niscaya akan terasa sempit. Itu semua bagaimana perlakuan kita untuk sekitar.

3.1. Saran
Kita harus bisa menyikapi setiap tetangga dengan sikap terbaik kita. Kelebihannya kita sikapi dengan sikap terbaik, sehingga menjadi ladang yang kita syukuri. Kita bisa mendapatkan manfaat dari tetangga yang banyak kebaikan. Demikian pula kekurangan tetangga pun harus menjadi ladang amal bagi kita. Karena, dia juga adalah saudara kita, yang harus kita bantu menjadi lebih baik dalam hidupnya. Karena hakekat saudara itu ketika ia yang pertama kali datang ketika kita membutuhkan pertolongan, serta dapat ikut gembira atas kegembiraan yang kita dapat serta dapat bersedih atas derita yang menimpa kita.





Daftar Pustaka


Tidak ada komentar: