KATA PENGANTAR
Syukur
alhamdulillah saya panjatkan kehadiarat Allah S.W.T yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga akhirnya saya dapat menyelesaikan penyusunan tugas ini
yang berjudul “Budaya Bertetangga” sesuai dengan tepat waktu yang telah diberikan. Terlebih dahulu
saya mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Ilmu Budaya Dasar dan
teman-teman yang telah memberi bimbingan dalam pembuatan tugas ini. Saya
mengakui bahwa tugas ini masih jauh dari sempurna, dengan dasar itu saya mohon
kritik dan saran yang sifatnya membangun.
Semoga tugas ini berguna dan dapat
bermanfaat. Atas kurang dan lebihnya tugas yang saya buat ini, saya ingin
mengucapkan mohon maaf dan terimakasih.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang Masalah
Budaya
atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta
yaitu buddhayah, yang merupakan
bentuk jamak dari buddhi (budi
atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal
manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa
diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan
sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Seperti yang masyarakat
Tiongkok kuno percaya bersikap baik pada orang lain adalah prinsip dasar dalam kehidupan
bermasyarakat, dan mereka yang melakukan perbuatan baik akan benar-benar memiliki
nasib baik.
1.2. Tujuan
Adapun
tujuan dari pembuatan makalah ini, yaitu menambah
pengetahuan tentang budaya di Indonesia dan "Membantu
mereka yang menderita kesulitan dan bersimpati pada para tetangga, orang-orang
ini akan memiliki nasib baik.
1.3.
Metodologi
Metodologi
yang saya gunakan adalah dengan cara mencari, bertanya dan membaca
informasi yang berkaitan dengan judul makalah ini.
1.4. Kasus
Dalam
hidup bermasyarakat, dibutuhkan suatu interaksi dengan orang – orang disekitar
kita. Dalam hubungan bermasyarakat
menekankan pada kebaikan dan etika moral, termasuk hubungan dengan tetangga.
Seperti pepatah kuno mengatakan: "Salah satu harta terbesar suatu negara
adalah memiliki masyarakat yang damai termasuk hubungan antar tetangga." Pepatah lain mengatakan " Membantu mereka yang menderita
kesulitan dan bersimpati pada para tetangga, orang-orang ini akan memiliki
nasib baik."
BAB II
PEMBAHASAN
Dunia
yang semakin modern semakin meninggalkan kebiasaan hidup bertetangga. Kehidupan
bertetangga sebenarnya masih bisa ditemui di banyak pedesaan. Tetapi dengan
semakin tingginya pagar rumah, maka semakin jauh juga tetangga kita. Yang semakin
banyak ditemukan pada daerah perkotaan dimana semakin banyak pagar tertutup.
Dalam Islam, seorang Muslim diajarkan oleh Syariat Islam yang sempurna untuk meyakini dan mengamalkan bahwa tetangga
mempunyai hak-hak atas dirinya, dan etika-etika yang harus dijalankan
seseorang terhadap tetangga mereka dengan sempurna, berdasarkan dalil-dalil berikut, Firman Allah Ta’ala: “Dan berbuat baiklah kepada ibu-bapak,
karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga yang jauh” (An
Nisa’:36).
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Jibril tidak henti-hentinya berwasiat kepadaku agar berbuat baik kepada tetangga, hingga aku beranggapan bahwa ia akan mewarisi” ( Mutafaq Alaih). Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah memuliakan tetangganya.”(Mutafaq Alaih).
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Jibril tidak henti-hentinya berwasiat kepadaku agar berbuat baik kepada tetangga, hingga aku beranggapan bahwa ia akan mewarisi” ( Mutafaq Alaih). Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah memuliakan tetangganya.”(Mutafaq Alaih).
Hidup bertetangga itu merupakan salah satu budaya yang
harus dikembangkan, bukan hanya untuk kelangsungan hidup berbudaya. Namun juga
untuk mengenalkan diri kita kepada tetangga-tetangga sekitar. Berbuatlah baik dengan menolongnya jika ia
meminta pertolongan, membantunya jika ia meminta bantuan, menjenguknya jika ia
sakit, mengucapkan selamat kepadanya jika ia bahagia, menghiburnya jika ia mendapat
musibah, membantunya jika ia membutuhkan, memulai ucapan salam untuknya, semua
itu salah satu cara untuk memulai hidup berbudaya kepada tetangga yang sudah
mulai di tinggalkan secara perlahan.
“Perlu
kebijaksanaan yang dapat menciptakan lingkungan kondusif untuk membuat pilihan
yang menyehatkan dan mengurangi stres,” ujarnya. (Gatra, 30 Juli 2008)
Kita
tidak akan pernah rugi dengan situasi apapun jika kita selalu bersikap benar.
Tapi kita akan rugi kalau kita menjadi zalim kepada orang lain. Kalau kita
berbuat kebaikan, maka kebaikan itu akan kembali kepada kita. Tetapi, kalau kita berbuat
keburukan, maka keburukan itu pula yang akan kembali kepada kita. Mudah-mudahan
dengan latihan hidup rukun dalam bertetangga, lingkungan akan bisa kita nikmati
di dunia ini dan bisa menjadi amal untuk kelak di akhirat nanti. Alangkah beruntungnya jika
kita hidup dan bertetangga dengan orang-orang yang mulia. Walaupun rumah
sempit, kalau tetangganya baik, akan terasa lapang. Dan, alangkah ruginya, jika
rumah kita dikelilingi oleh tetangga-tetangga yang busuk hati. Walaupun rumah
lapang, namun jika mempunyai tetangga-tetangga yang tidak
ramah kepada kita maka dalam rumah yang nyaman pun
akan terasa sempit.
Bertetangga yang baik harus diajarkan sejak dini,
berteman degan baik adalah awal untuk menanamkan rasa peduli mpada sesama,
terutama dilingkungan sekitar. Pada usia remaja terkadang hanya memperdulikan
teman sekolah, sehingga pergaulan disekitar tempat tinggalnya hampir
ditinggalkan. Padahal yang seperti itu sebaiknya tidak dilakukan, karena anak
tidak selamanya tinggal dengan kedua orang tua mereka. Sehingga sang anak harus
belajar berbudaya dalam bertetangga.
Orangtua mendidik anak mereka sejak kecil agar menjadi
anak yang baik, mandiri, dan menjadi kebanggaan orangtuanya kelak. Namun tidak
hanya dukungan dari orangtua saja yang berpengaruh atas prestasi anak yang
didapatkan, namun dukungan dari teman-teman dan orang-orang sekitar sangat
berpengaruh. Kita pun harus senang untuk melupakan dengan apa yang pernah kita beri untuk sekitar kita,
jangan merasa berjasa atau merasa merasa
lebih. Karena, kalau banyak berharap dari tetangga kita, akan banyak terluka
hati kita. Karena ingin dihargai, ingin dihormati, ingin dipuji, maka akan
makin tertekan diri sendiri.
Atau dapat disimpulkan
merdekakanlah
diri ini dengan banyak berbuat hal yang bisa
kita berikan tanpa rasa berat hati, bukan banyak berharap apa yang akan kita dapatkan jika kita telah berbuat
kebaikan dengan memberi atau berjasa kepada tetangga-tetangga kita.
Tidak
akan rugi bila
berbuat baik kepada
tetangga. Makin tetangga merasa nikmat dengan perbuatan yang telah diberikan, dengan sendirinya
mereka akan ikut membela kita. Sehebat apapun kita, tetap butuh tetangga karena manusia sebagai makhluk social yang artinya
manusia membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidup jasmani dan
rohaninya, manusia tidak bisa berdiri sendiri. Sebagai contoh , apabila kita mempunyai saudara dokter, tetapi ketika anak sakit yang pertama dimintai
tolong pastilah
tetangga, karena mempunyai jarak yang lebih dekat.
Apabila mempunyai saudara anggota pemadam
kebakaran, jika kompor di rumah sedang
ada masalah, yang tiba-tiba bisa meledak dan menyebabkan kebakaran,hal itu sangat tidak terduga dan tidak terfikirkan
sebelumnya, yang
lebih dulu membantu memadamkan api tersebut
pasti tetangga. Apabila mempunyai saudara jendral atau
polisi, dalam keadaan kurang beruntung pun bisa terjadi,
misalnya datang maling ke rumah, lantas kita teriak,
yang lebih dulu mengejar juga pasti tetangga yang telah mengetahui lebih dulu apa yang terjadi
dilingkungan sekitarnya.
Tetangga juga bisa menggantikan tugas seorang satpam
pada perumahan atau semacamnya. Misalnya dalam suatu lingkungan terdapat sistem
ronda keliling yang dilakukan oleh banyak orang, kegiatan tersebut berguna
untuk mengamankan lingkungan sekitar dari incaran manusia yang tidak
bertanggung jawab. Mereka melakukan hal tersebut biasanya pada malam hari
dengan ikhlas dan bergantian. Hal tersebut dikarenakan terjalinnya komunikasi
yang baik antar tetangga. Komunikasi yang baik juga perlu dipelajari, agar
tidak menyinggung hati seseorang ketika kita sedang berbicara. Pendekatan diri
yang baik salah satunya dengan cara berkomunikasi dengan baik pula. Maka sebenarnya saudara terdekat
dalam rumah tangga kita adalah tetangga. Karena merekalah yang tahu paling
banyak atas rumah tangga kita, dan merekalah yang banyak berinteraksi dengan
keluarga kita.
Tetangga
adalah orang terdekat dengan kehidupan sehari-hari
kita. Menurut Imam Syafi'i, mereka adalah empat puluh rumah di samping kiri,
kanan, depan, dan belakang. Yang mau
tidak mau, setiap hari kita berjumpa dengan mereka. Baik hanya sekadar melempar
senyum, lambaian tangan, salam, atau malah ngobrol di antara pagar rumah.
Tetangga adalah orang terdekat dengan kita. Seperti
yang Orang tua bilang, mereka adalah 'andalan' untuk segala
suasana. Anjuran
untuk menghormati tetangga, maknanya amat luas. Menghormati berarti juga tidak
menyakiti hatinya, selalu berwajah manis pada tetangga, tidak menceritakan aib
tetangga kita, tidak menghina dan melecehkannya, dan tentu juga tidak
menelantarkannya jika dia benar-benar butuh pertolongan kita. Dengan kata lain harus ada hubungan timbal balik
antara perlakuan mereka dan apa yang bisa kita balas dengan perlakuan kita
terhadap lingkungan sekitar rumah kita.
Banyaknya ibu rumah tangga yang bekerja, membuat
budaya dalam bertetangga kurang untuk diterapkan dalam kehidupannya, karena
tidak sempat atau terlalu lelah ketika sampai dirumah. Sehingga tempat tinggal
hanya untuk dijadikan temtat beristirahat saja. Namun tidak semua berperilaku
seperti itu, banyak juga yang tetap mengandalkan dan dapat membantu tetangganya
meskipun dia tampak lelah setelah melakukan aktivitas diluar rumah. Sehingga
tetatngga sekitar juga senang atas perlakuan tersebut. Bertetangga
merupakan bagian dalam kehidupan manusia yang
hampir tidak bisa kita tolak. Manusia, bukan semata-mata makhluk individu, tapi juga
merupakan makhluk
sosial. Seseorang tidak bisa hidup secara sendirian atau menyendiri. Mereka
satu sama lain harus selalu bermitra dalam mencapai kebaikan bersama. Hal ini merupakan hukum sosial.
Islam bahkan memerintahkan segenap manusia untuk senantiasa berjama'ah dan
berlomba dalam berbuat kebaikan. Sebaliknya Islam melarang manusia bersekutu
dalam melakukan dosa dan permusuhan.
Dalam islam hidup rukun dalam bertetangga dan menjalin
hubungan baik dengan tetangga sekitar sangat dianjurkan, dan berstatus wajib
untuk dlaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Karena sudah ada didalam
perintah Al-Quran, yang menjadi pedoman kehidupan untuk umat Islam. Isyarat
hidup berjama'ah atau bertetangga
termasuk kebaikan
dan harus senantiasa memeliharanya, misalnya termasuk dalam surat Al-Maidah ayat
2, yang artinya sebagai berikut;
"Bertolong-tolonganlah
kamu dalam berbuat kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kepada Allah, karena sesungguhnya
Allah sangat berat siksa-Nya."
Dalam
menumbuhkan dan mensosialisasikan budaya kebaikan dan taqwa itu, tetangga
merupakan objek yang patut didahulukan (setelah anggota keluarga) Ini hirarki penyebaran
kebaikan sebagaimana yang telah
diarahkan Al Qur'an.
"Bukanlah
menghadapkan wajahmu ke arah barat dan timur itu suatu kebaikan. Akan tetapi
sesungguhnya kebaikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang
dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir
(yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta."
Bahwa
urutan kebaikan menurut ayat di atas adalah, setelah beriman (dalam pengertian
menyeluruh), maka urutan berikutnya adalah membangun perilaku sosial yang
sehat. Jadi dengan kata lain
Islam menginginkan budaya kesalehan itu tidak terbatas pada sekup personal
(pribadi) saja,
tapi juga agar dapat
terciptanya kesalehan secara sosial. Maka, dalam konteks ini hidup rukun dan
harmonis dengan tetangga menjadi sangat penting dan wajib.
Sebagai makhluk social tentu saja orang disekeliling
kita tidak hanya yang seiman saja, pasti ada yang berbeda agama dan keyakinan.
Namun itu semua tidak dijadikan alasan dalam berbuat kebaikan untuk
bertetangga. Karena menjalin hubungan baik dengan semua orang, termasuk dengan
yang berbeda keyakinan dengan kita adalah wajib hukumnya. Yang dapat menolong
dan mengerti kita tidak hanya yang seiman dengan kita. Berkomunikasi dan saling
menghargai sangat dianjurkan dalam hal ini. Saling menghargai dalam bertetangga
terutama untuk tetangga kita yang beda keyakinan. Kita
tidak akan pernah rugi dengan situasi apapun jika kita selalu bersikap benar di
jalan yang Allah sukai. Tapi kita akan rugi kalau kita menjadi zalim kepada
orang lain. Kalau kita berbuat kebaikan, maka kebaikan itu akan kembali kepada
kita. Begitupun sebaliknya bila kita Zalim, maka akan nanti
juga akan mendapat balasannya.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Orang-orang yang tinggal di lingkungan yang banyak tetangga bisa hidup lebih
tenang. Sebab jauh dari risiko kejahatan serta terdapat banyak fasilitas sosial
dan umum. Warganya pun lebih punya
solidaritas tinggi atas apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Karena alangkah beruntungnya jika
kita hidup dan bertetangga dengan orang-orang yang mulia. Walaupun rumah
sempit, kalau tetangganya baik, akan terasa lapang. Dan, alangkah ruginya, jika
rumah kita dikelilingi oleh tetangga-tetangga yang busuk hati. Walaupun rumah
lapang, niscaya akan terasa sempit. Itu
semua bagaimana perlakuan kita untuk sekitar.
3.1. Saran
Kita
harus bisa menyikapi setiap tetangga dengan sikap terbaik kita. Kelebihannya
kita sikapi dengan sikap terbaik, sehingga menjadi ladang yang kita syukuri.
Kita bisa mendapatkan manfaat dari tetangga yang banyak kebaikan. Demikian pula
kekurangan tetangga pun harus menjadi ladang amal bagi kita. Karena, dia juga
adalah saudara kita, yang harus kita bantu menjadi lebih baik dalam hidupnya. Karena hakekat
saudara itu ketika ia yang pertama kali datang ketika kita membutuhkan
pertolongan, serta dapat ikut
gembira atas kegembiraan yang kita dapat
serta dapat bersedih atas derita yang
menimpa
kita.
Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar